Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri patogen Salmonella Enterica khususnya serotipe Typhi (S. typhi). Infeksi yang hampir mirip, tetapi lebih kurang keparahannya adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, B, dan kadangkala C. S. typhi adalah bakteri patogen yang telah beradaptasi dengan baik dengan manusia sekitar 50.000 tahun yang lalu melalui mekanisme bertahan dalam inang (host) yang luar biasa
Demam tifoid bisa menjadi sangat parah, terlihat dari laporan bahwa 32% kematian terjadi di beberapa kawasan di dunia. Indonesia melaporkan angka prevalensinya berkisar 1.6% dan menempati urutan 15 besar penyebab kematian. Hingga abad keduapuluh, penyakit ini telah menyebar keseluruh dunia. Dimasa mendatang kasus tifoid di negara-negara berkembang akan jauh lebih berkurang karena adanya perbaikan dalam sanitasi dan kebersihan
Pada area-area endemik, kejadian demam tifoid paling tinggi terjadi pada anak-anak usia 5 sampai 19 tahun, pada beberapa kondisi tifoid secara signifikan menyebabkan kesakitan pada usia antara 1 hingga 5 tahun. Pada anak usia lebih muda dari setahun, penyakit ini biasanya lebih parah dan berhubungan dengan komplikasi yang umumnya terjadi
Tifoid biasanya ditularkan melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dan faktor-faktor risiko tertentu termasuk di antaranya minum dari sumber air yang tercemar, minuman dengan es, serta buah-buahan dan sayuran yang ditanam menggunakan pupuk dari limbah kotoran. Transmisi sehubungan dengan air seni yang terkontaminasi juga dapat terjadi. Transmisi dari orang ke orang juga memungkinkan. Kuman patogen dapat bertahan berhari-hari di air dan berbulan-bulan pada telur dan kerang beku yang terkontaminasi.
Pada umumnya gelaja terserang demam tifoid baru akan muncul setelah 7-14 hari sejak tubuh terinfeksi, meski dapat pula berkisar antara 3 samapi 60 hari. Pasien umumnya datang ke rumah sakit dengan keluhan-keluhan seperti demam, gejala flu, sakit kepala berat, lemas, anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, batuk kering, dan nyeri otot.
Secara bertahap, suhu tubuh akan terus naik dan menetap pada suhu tinggi pada minggu kedua, dan bahkan hingga 4 minggu jika tidak diobati. Kemudian suhu akan kembali normal, meskipun rasa lemas dan letih akan terus dirasakan hingga beberapa minggu setelahnya.
10% hingga 15% pasien yang tidak mendapatkan pengobatan biasanya mengalami berbagai komplikasi seperti perdarahan dan perforasi pada usus halus, serta beberapa kondisi gangguan syaraf. Perdarahan terjadi pada kondisi infeksi yang parah, dan ditandai dengan turunnya suhu tubuh secara drastis dan kemudian naik lagi pada awal terjadinya peritonitis, yaitu sebuah kondisi berbahaya dimana peradangan terjadi pada peritoneum (selaput tipis yang melindungi dinding rongga perut). Perforasi usus halus terjadi pada 1-3% pasien yang dirawat di rumah sakit dengan tingkat kematian 40%. Komplikasi ini biasanya mempengaruhi ileum terminalis dan harus segera dioperasi2.
Kekambuhan terjadi pada 5-10% kasus, umumnya dalam waktu sebulan setelah demam dinyatakan sembuh. Gejala umumnya lebih ringan daripada infeksi sebelumnya dan pada kasus dimana proses klasifikasi molekuler S. typhi telah dilakukan, terlihat bahwa kekambuhan pada umumnya disebabkan oleh jenis isolat yang sama dengan infeksi sebelumnya. Infeksi berulang dengan jenis isolat berbeda juga dapat terjadi.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi buruk pasien demam tifoid adalah keterlambatan dalam memberikan pengobatan antibiotika yang adekuat dan efektif. Sangatlah penting untuk memastikan pemberantasan S. typhi dari pasien untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan atau status sebagai pembawa penyakit. Pada kasus-kasus yang parah di mana terjadi pembengkakan abdomen dan muntah atau diare terus menerus pasien harus dirawat di rumah sakit dan diinfus. Pada umumnya, pasien demam tifoid dapat menjalani perawatan di rumah dengan pemberian antibiotika oral serta berobat jalan.
Air dan makanan yang terkontaminasi diketahui sebagai media penularan dari demam tifoid. Saat ini, pencegahan demam enterik lebih difokuskan pada perbaikan sanitasi, memastikan keamanan penyediaan air dan makanan, identifikasi dan terapi pembawa (carrier) kronis dan menggunakan vaksin tifoid untuk mengurangi kerentanan manusia terhadap infeksi
Vaksinasi merupakan senjata tambahan dan bukan substitusi untuk menghindari dari makanan dan minuman berisiko karena efikasi perlindungannya tidak 100%; lebih lanjut imunitas dapat dikalahkan dengan banyaknya dosis inokulum kuman. Ada dua vaksi yang saat ini digunakan, yaitu vaksin Ty21 yang diberikan per oral dan vaksin suntik polisakarida Vi murni. Keduanya dikategorikan aman dan dapat ditoleransi dengan baik
http://www.perempuan.com
Baca Lagi...